Ini Daftar Aset Keluarga Soeharto yang Disita Negara, Gurita Bisnis Bambang Trihatmodjo Ikut Disita
Berikut ini daftar aset keluarga Soeharto yang mulai diambil alih negara.
Ternyata gurita bisnis Bambang Trihatmodjo pun ikut disita.
Apa saja aset milik suami Mayangsari yang ikut disita?
Diketahui sebelum mulai diambil pemerintah, daftar aset -aset ini dikuasai Keluarga Cendana atau keluarga mantan Presiden Soeharto.
Daftar aset yang disita negara mulai dari Taman Mini Indonsia Indah (TMII), hingga ratusan rekening keluarga tersebut.
Alasan penyitaan aset yang dikuasai Keluarga Cendana dilakukan agar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa masuk ke kas negara.
TMII
Pengelolaan TMII resmi diambil alih negara setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraruran Presiden (PP) Nomor 19 Tahun 2021, pemerintah resmi mengambil alih Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Sebelum diambil negara, pengelolaan aset seluas hampir 150 hektare tersebut dikelola oleh Yayasan Harapan Kita selama 44 tahun.
Sebelum diputuskan pengambilalihan, telah dilakukan audit keuangan dari tim legal Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hasil audit BPK menyatakan bahwa perlu dilakukan pengelolaan yang lebih baik terhadap TMII.
Berdasarkan evaluasi dari Kemensetneg dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 2018, lahan TMII ditaksir memiliki nilai sebesar Rp 20,5 triliun. Artikel tayang di Kompas.com berjudul:Aset TMII Capai Rp 20,5 Triliun, Kemenkeu: Baru Tanahnya Saja
Gedung dan Vila
Penyitaan Gedung Granadi dan villa di Megamendung bermula ketika pemerintah menyita aset Yayasan Supersemar tahun 2018.
Penyitaan tersebut bermula ketika pemerintah menggugat Soeharto dan Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar.
Dana tersebut seharusnya diberikan kepada para pelajar.
Sayangnya, yayasan justru menyalurkan kepada sejumlah perusahaan.
Akhirnya yayasan diwajibkan membayar Rp 4,4 triliun kepada negara.
Kedua aset itupun disita.
Saat ini, dua aset milik keluarga presiden ke-2 RI itu masih disita oleh dua Pengadilan Negeri.
Pengadilan negeri yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Negeri Cibinong.
Kendati demikian, pengelolaan aset nantinya tetap dipegang oleh Kemenkeu melalui DJKN, mengingat status aset tersebut adalah Barang Milik Negara (BMN).
Sementara pengguna barangnya adalah kementerian atau lembaga terkait yang mengambil alih.
Seperti halnya TMII diambil alih Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Rekening
Kejaksaan Agung RI telah mengumpulkan uang lebih dari Rp 242 miliar hasil eksekusi Yayasan Supersemar.
Uang sitaan tersebut sudah dimasukkan ke kas negara pada 28 November 2019.
Penyitaan dilakukan sebagai upaya Kejaksaan Agung dalam menjalankan putusan kasasi Mahkamah Agung, yaitu menyita aset dan mewajibkan Yayasan Supersemar membayar kepada negara sebesar Rp 4,4 triliun.
Aset lain yang telah disita dari keluarga Cendana antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.
Pemerintah Terus Tagih Utang ke Bambang Trihatmodjo Rp 50 Miliar
Bukan itu saja, Kementerian Keuangan memastikan pemerintah akan terus menagih utang kepada Bambang Trihatmodjo, yang merupakan anak dari Soeharto, presiden ke-2 RI.
Hal ini dilakukan usai gugatan Bambang terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ditolak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Tri Wahyuningsih menyebut, proses penagihan masih terus berjalan hingga kini.
"Pengurusannya masih berlanjut seperti biasa. Jadi kita melakukan penagihan melalui ketentuan PUPN," kata Tri Wahyuningsih dalam Bincang Bareng DJKN secara virtual, Jumat (30/4/2021).
Bambang memang sempat melayangkan gugatan ke PTUN terkait keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Nomor 108/KM.6/2020 tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah RI terhadap Sdr. Bambang Trihatmodjo dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.
Gugatan diajukan karena Bambang keberatan dengan pencekalan ke luar negeri oleh Imigrasi Kemenkum HAM atas permohonan Kemenkeu tersebut.
Sayangnya, PTUN menolak gugatan Bambang dan penagihan utang pun tetap berjalan seperti biasa.
"Jadi proses berjalan seperti biasa, penagihan kembali," ucap Tri Wahyuningsih.
Sebagai informasi, Bambang dianggap belum melunasi utang Rp 50 miliar. Utang tersebut dalam rangka penyelenggaraan Sea Games XIX Tahun 1997.
Perhelatan itu diikuti oleh konsorsium swasta sebagai mitra penyelenggara, dan diketuai Bambang.
Pencegahan terus dilakukan meski pengacara Bambang Trihatmodjo, Prisma Wardhana Sasmita telah mengirim surat ke Kemenkeu yang meminta dicabutnya pencegahan.
Kemenkeu lantas meminta pihak Bambang segera menyelesaikan piutangnya sehingga pencegahan bisa dicabut.
Gurita Bisnis Bambang Trihatmodjo yang Dicekal Pemerintah
Sosok Bambang Trihatmodjo lebih dikenal sebagai putra Presiden Soeharto sekaligus pengusaha nasional.
Bisnisnya tak luput dari kontroversi lantaran gurita bisnisnya beranak-pinak saat ayahnya masih berkuasa.
Bambang merupakan pendiri Bimantara Citra yang saat ini berubah menjadi PT Global Mediacom Tbk (BMTR).
Tahun 1981, Bambang berkongsi dengan empat kawannya yakni Mochamad Tachril, Rosano Barack, Indra Rukmana, dan Peter F.Gontha untuk merintis Bimantara.
Diberitakan Harian Kompas, 21 Februari 1992, Bimantara berkembang dengan sangat pesat selama periode rezim Orde Baru.
Kelompok bisnis Bambang Trihatmodjo memiliki saham di 96 perusahaan.
Di antara 96 anak perusahaan itu, masing-masing terbagi atas 35 buah subsidiary company (lebih dari 50 persen modalnya berasal dari Bimantara).
Lalu 48 perusahaan lainnya dikategorikan sebagai affiliate company yang saham Bimantara di dalamnya kurang dari 50 persen.
Sedang 13 sisanya terbilang other company yang saham Bimantara hanya sekitar 10 sampai 20 persen.
Selama Presiden Soeharto berkuasa, bisnis Bimantara terus berkembang dan merambah cepat, mulai dari perdagangan, broker asuransi, real estate, konstruksi, televisi swasta, perhotelan, transportasi, perkebunan, perikanan, industri otomotif, industri makanan, industri kimia, pariwisata dan lainnya.
Salah satu perusahaan milik Keluarga Cendana itu tergabung dalam beberapa sub-holding dan Bimantara menjadi holding company.
Bambang juga merambah ke bisnis bank dengan mendirikan Bank Andromeda.
Saat itu, jenis kegiatan usaha Bimantara antara lain adalah kimia dengan aset Rp 666,7 miliar, agrobisnis yang terdiri dari perusahaan kayu di Balikpapan dan Nestle (Rp 957,7 miliar).
Berikutnya yakni perusahaan di bidang keuangan dan asuransi (Rp 105,7 miliar), media dan komunikasi (Rp 382,6 miliar), pertambangan dan energi (Rp 234,9 miliar), farmasi (Rp 10 miliar), real estate dan properti (Rp 881,8 miliar), otomotif (Rp 148,6 miliar), dan transportasi udara (Rp 120,2 miliar).
Beberapa perusahaan besar yang diketahui berada di bawah atau sempat terafiliasi dengan Bimantara Group antara lain stasiun televisi RCTI, Plaza Indonesia, Asriland, Indonesia Air Transport, dan Chandra Asri.
Bambang Trihatmodjo juga mendirikan induk usaha lain, PT Bumi Kusuma Prima. Beberapa perusahaan Bimantara termasuk kelompok perusahaan ini antara lain PT Gelatindo Multi Graha (produsen cangkang kapsul), PT Lima Satria Nirwana (keagenan Mercedes-Benz), dan PT Citra Auto Nusantara (Ford).
Berawal dari SEA Games 1997
Utang Bambang Trihatmodjo tersebut bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997 silam.
Bambang Trihatmodjo saat itu merupakan ketua konsorsium swasta yang ditunjuk pemerintah menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama, menjelaskan, saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah.
Disebutkan, negara saat itu harus menalangi kekurangan dana dari pihak konsorsium swasta sebesar Rp 35 miliar.
"Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997. Dalam penyelenggaraannya, konsorsium mengalami kekurangan dana dan negara memberikan pinjaman yang pada akhirnya menjadi utang konsorsium kepada negara (piutang negara)," jelas Setya dalam keterangannya seperti dikutip laman resmi Setneg, tayang di Kompas.com berjudul:Gugatan Ditolak, Pemerintah Terus Tagih Utang ke Bambang Trihatmodjo Rp 50 Miliar
Terkait permasalahan piutang tersebut, Kemensetneg telah melakukan upaya-upaya pengembalian uang negara tersebut kepada Bambang Trihatmodjo.
Upaya-upaya tersebut antara lain dilakukan melalui serangkaian rapat-rapat koordinasi yang dihadiri oleh perwakilan dari Kemensetneg, Sekretariat Jenderal Kementerian LHK, DJKN Kementerian Keuangan, Sekretariat Presiden, dan KMP SEA Games XIX Tahun 1997.
Dalam rapat-rapat tersebut, disepakati bahwa permasalahan penyelesaian piutang dimaksud akan dilimpahkan kepada Kementerian Keuangan, utamanya terkait penyerahan pengurusan piutang negara dan teknis pelaksanaannya.
"Kini penanganan permasalahan penyelesaian piutang negara tersebut sedang berproses di Kementerian Keuangan sampai dengan piutang tersebut dinyatakan lunas atau selesai sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,” kata Setya.
(*)